Saturday, August 6, 2011

[heaven of borneo] Prolog

Kami berteriak kegirangan melihat derasnya air yang mengalir melalui batuan dan menjadi kolam di bawahnya. Segera saya melepas sepatu dan kemudian ikut menceburkan diri ke air, menikmati dingin dan sejuknya air yang membasuh tubuh. Menghilangkan rasa capek setelah berjalan menembus hutan hujan tropis di perbatasan TN Betung Kerihun.

Sudah hampir 20 hari dari sejak kami pergi dari Pontianak, mengunjungi hampir 10 rumah panjang yang menjadi tempat tinggal masyarakat Dayak Iban, melewati ratusan kilometer jalur perjalanan dengan menggunakan berbagai macam moda transportasi, berbagi beban dan tawa dengan teman seperjalanan, berpuluh  gelas kopi dan tuak yang kami tengguk, ratusan wajah yang mengisi hari hari kami  dan banyak hal baik yang menyenangkan sampai sangat amat menyenangkan yang sudah kami lewati.

Tidak pernah terbayangkan bisa mendapatkan kesempatan “langka” untuk melakukan perjalanan melihat sisi lain kehidupan masyarakat suku Dayak Iban yang berada di pulau yang dulu waktu saya duduk di sekolah dasar terkenal dengan julukan “zamrud khatulistiwa” ini.




Perbedaan bahasa, kebudayaan yang membatasi saya yang berasal dari suku Jawa dengan mereka yang berasal dari Dayak Iban ini terasa melebur tanpa sekat. Senyum tulus seakan menjadi bahasa universal kemanusiaan dibanding rumitnya ragam bahasa yang terasa aneh di telinga yang baru mendengarnya.

“Auk” yang masih sering salah saya ucapkan menjadi “auk” diikuti “ya” - auk ya, ketika ditawari sesuatu sehingg menjadi bahan tertawa untuk mereka yang mendengarnya. Saya yang bukan satu “suku” mereka pun dianggap sebagai bagian dari mereka. tidur di rumah mereka, makan bersama mereka, dan tertawa bersama mereka. penerimaan yang ramah keluarga yang kami tempati seakan membuka lapisan bahwa memang masih ada nilai kekeluarga dan kemanusia di sana.

Setiap kali membuka kembali foto foto perjalanan kembali terbayang momen indah yang sudah lewat dan semoga juga bisa membuka sedikit gambaran seperti apa kondisi di Kalimantan untuk rekan rekan yang mungkin belum pernah menginjakan kaki di pulau Kalimantan.

“A journey is best measured in friends, rather than miles.”
– Tim cahill

[bersambung . . .]

No comments: